Membayar janji: Bersepeda dari Kendal ke Yogyakarta

Kilas Balik

Selamat pagi sobat Gaweanedolan. Senang rasanya saya kembali bisa menulis cerita tentang perjalanan saya. Setelah merenung dan memikirkan kembali hakikat apa sebenarnya tujuan saya membuat blog ini adalah untuk menceritakan ulang bagaimana yang saya alami dan apa yang saya rasakan dalam sebuah perjalanan. Memang selama saya tidak menulis ini, sudah banyak materi yang harus saya tuliskan. Ok langsung saja saya akan menceritakan tentang pengalaman yang sangat berharga bagi saya yakni bersepeda dari Kendal ke Yogyakarta.

Bersepeda dari Kendal ke Yogyakarta


Bermula dari sebuah janji pada diri saya sendiri dan Tuhan bahwa kalau saya lulus kuliah saya mau bersepeda dari Kendal menuju Yogyakarta. Niatan ini pun bak gayung bersambut manakala saya mengajak seorang kawan yang dulu pernah melakukan perjalanan dari Kendal menuju Yogyakarta. Namanya adalah mas Afif, usianya sudah 40 an dan hampir dua kali usia saya. Sebenarnya saya bisa melakukan perjalanan ini sendiri namun karena jika dipikir-pikir alangkah lebih baik jika saya memiliki partner apalagi ini perjalanan jauh.

Eksekusi Bersepeda dari Kendal ke Yogyakarta

Setelah saya lulus apakah saya langsung mengeksekusi rencana saya untuk bersepeda? Ternyata waktu berkata lain, saya harus menunggu sampai 2 bulan dari kelulusan saya untuk mewujudkan mimpi saya. Saya lulus pada Maret 2018 dan baru bisa mewujudkannya pada Mei 2018. Baiklah ini ceritanya, Sabtu 5 Mei 2018 pagi saya mengayuh sepeda saya dari rumah menuju Kaliwungu karena inilah titik start perjalanan dimulai. Sampai disana ternyata mas Afif saya sudah menunggu. Ok, sembari mengecek kembali kondisi sepeda dan batang yang dibawa kami berfoto di masjid Kaliwungu sebagai bukti sejarah, hehehe. Perjalanan dimulai, dalam prinsip bersepeda jarak jauh yang harus diperhatikan adalah mengenai kondisi tubuh yang prima dan kematangan mental karena perjalanan jauh bukan hanya soal tenaga tapi juga kesabaran dalam menghadapi segala permasalahan yang bak ditemui.

masjid kaliwungu
titik start dimulai di masjid kaliwungu

Simpang Lima Semarang

Benar saja, baru beberapa ratus meter kami mengalami kendala. Sepeda mas Afif saya mengalami masalah di roda belakang dan membuat kami harus mencari bengkel terdekat dan setelah satu jam akhirnya masalah terselesaikan. Perjalanan kembali dilanjut, jam menunjukkan pukul 8 pagi. Titik berhenti yang pertama adalah di Simpang Lima Semarang. Disana kami beristirahat sambil melihat pemandangan perkotaan, maklum karena saya orang kampung hehe.

simpang lima
simpang lima

Beristirahat di Pom Bensin Gombel

Kembali melanjutkan perjalanan kami pun menyusuri jalanan khas Semarang yang ramai dan disini kami mulai merasakan jalanan yang mulai menanjak. Tanjakan yang bisa dibilang paling berat di Semarang adalah di Gombel karena tanjakannya cukup curam dan panjang. Cukup menguras tenaga. Akhirnya tanjakan Gombel terlewati dan kami istirahat di Pom Bensin setelannya, jam menunjukkan pukul 10. Tak mau berlama-lama disini kami bergegas kembali mengayuh pedal meskipun cuacanya sangat panas waktu itu tapi tak menyurutkan semangat.

mas afif sedang istirahat di pom bensin Gombel
mas afif sedang istirahat di pom bensin Gombel

Memasuki Ungaran Kabupaten Semarang

Sepeda berjalan hingga akhirnya kami memasuki Ungaran dan kami sempatkan berhenti untuk mengabadikan momen ini sembari mengatur nafas dan melemaskan kaki yang sudah pegal tentunya. Perjalanan dilanjut, tak mau kalah dengan Gombel, hampir sebagian besar jalanan Ungaran pun juga full tanjakan yang membuat kami harus pintar-pintar mengatur napas dan irama mengayuh sepeda.

Ungaran, kabupaten Semarang
Ungaran, kabupaten Semarang

Ambarawa, Jambu, Pringsurat, Secang

Ungaran berhasil dilalui saat jam sudah menunjukkan pukul setengah dua dan waktu itu kami memasuki Ambarawa. Kami memutuskan berhenti di masjid untuk sholat dhuhur dan istirahat sebentar. Trek jalanan Jambu sudah menunggu untuk dilewati. Trek ini pun lagi-lagi tak mau kalah karena tanjakannya melebihi tanjakan Gombel.
Perjalanan dilanjutkan, dengan sisa-sisa tenaga kami terus mengayuh pedal dan sampailah kami di Jambu (kab. Semarang) yang benar-benar membuat kami geleng kepala. Dengan susah payah kami mengayuh dan Alhamdulillah Jambu terlewati. Setelah melewati Pringsurat akhirnya kami sampai di Secang saat jam sudah menunjukkan pukul empat sore dan kami tetap mengayuh untuk menuju titik pemberhentian di alun-alun kota Magelang.

Magelang

Maghrib tiba dan kami sholat untuk selanjutnya menuju ke makam Syekh Subakir di Gunungpring Magelang. Jaraknya sekitar setengah jam dari pom bensin tempat kami sholat. Hampir setengah delapan kami sampai di Gunungpring dan kami menyempatkan untuk ziarah disana.
Selepas ziarah perjalanan dilanjutkan dan Yogyakarta sudah semakin dekat ye ye ye. Benar saja sekitar jam sembilan malam akhirnya kami sampai di perbatasan Jawa Tengah dengan Yogyakarta.

alun alun kota magelang
alun alun kota magelang

Sampai di Yogyakarta

Alhamdulillah misi berjalan lancar dan janji itu terbayarkan. Misi bersepeda dari Kendal ke Yogyakarta telah tercapai. Terimakasih Tuhan terimakasih mas Afif karena telah menemani saya menjadi partner dalam perjalanan ini. Karena perut lapar kami pun melanjutkan perjalanan untuk mencari makan dan kemudian berhentilah kami makan di warung pinggir jalan sambil istirahat. Disana kami memilih akan kemana setelah itu, sebenarnya saya tertarik ke Gunungkidul namun melihat medan yang penuh tanjakan keinginan itu saya urungkan dan mas Afif menyarankan untuk ke Parangtritis saja. Well, itu pun tak masalah.
Perjalanan dilanjutkan dan sampailah kami di Bantul, kami langsung mencari mushola terdekat dan kami tidur disana, maklum gembel jadi tidur sembarangan. Di saat-saat tidur saya kerap bangun entah karena apa sehingga membuat saya merasa belum cukup namun jam sudah menunjukkan pukul 2 dinihari dan kami harus menuju ke Parangtritis.

Gapura perbatasan Jawa Tengah dengan Yogyakarta
Gapura perbatasan Jawa Tengah dengan Yogyakarta

Pantai Parangtritis

Dengan badan yang masih lelah, mata yang masih mengantuk, badan yang masih setengah sadar ditambah udara dingin membuat saya merasa malas namun saya kembali tersadar bahwa ada misi yang harus diselesaikan, ya, Pantai Parangtritistis im coming.
Bagi mas Afif sendiri perjalanan ini mungkin adalah perjalanan mengulang kembali perjalanan yang pernah ia lakukan tapi tidak bagi saya ini adalah salah satu catatan manis bagi saya yang paling tidak bisa saya ceritakan pada generasi setelah saya. Sekitar jam 3 kami sampai di jalan arah Parangtritis dan kami mampir warung untuk mengisi perut dan istirahat sejenak karena menurut mas Afif paling tinggal setengah jam lagi. Hampir subuh kami lanjut dan benar saja setelah setengah jam kami sampai di Pantai Parangtritis, senang sekali rasanya. Alhamdulillah. Inilah secuil cerita saya bersepeda dari Kendal ke Yogyakarta.
Bersambung…

pantai Parangtritis
pantai Parangtritis

Baca juga: Dolan ke alun-alun Tegal

Dolan ke alun-alun Kota Tegal

Awal mula cerita

Sekarang adalah hari Jumat saat saya menulis cerita ini dan tepat satu bulan yang lalu saya dan beberapa kawan mendapat tugas untuk mengunjungi Kota Tegal. Ya kalian pasti tahu lah agenda saya kalau ke luar kota, kerja catering hehe. Catering mania? Mantap. Baiklah saya akan mulai bercerita, pagi itu Jumat 15 September 2017 saya berangkat dari Ngaliyan bersama Arif berboncengan untuk menuju kantor Sonokembang Catering. Jam setengah 8 kami berangkat dan sampai di Pedurungan jam 8 lebih, mengingat karena lalulintas saat itu masih padat yakni jam-jam sibuk orang berangkat kerja jadi agak lama sampainya.

Sebenarnya, saat itu saya telah ditunggu oleh Dian di Pasar Pedurungan. Ya, dalam cerita kali ini, saya mengajak Dian ikut ke Tegal. Dian menunggu di Pasar Pedurungan untuk ikut menuju ke kantor Sonokembang. Maklum karena Dian belum pernah ikut ke luar kota jadi belum tahu kantornya, jadi dia menunggu disana.

Didalam Bus sebelum berangkat

Sampai di kantor saya menjumpai banyak kawan yang lainnya sudah datang diantaranya ada Mas Latif, dan ada Aziz temannya mas Faiz. Selang beberapa menit kemudian datanglah Solah, Muslih, Imam ke kantor Sonokembang. Tak berapa lama, semua orang mulai memasuki bus untuk bersiap menuju ke Kota Tegal. Setelah absen dan berdoa kami bus pun melaju meninnggalkan kantor Sonokembang dan kami pun berangkat.

di dalam bus sebelum berangkat ke Tegal
di dalam bus sebelum berangkat ke Tegal

Perjalanan menuju Tegal

Bus melaju dan saya duduk di paling belakang bersama Mas Latif, Dian, dan Arif. Alhamdulillah sarapan sudah ada jadi saya sarapan dulu di dalam bus. Kami memasuki tol Gayamsari yang nanti akan keluar di pintu tol Krapyak.  Sekitar 1 jam sampailah kami di Kota Kendal, ya kota kelahiran saya kota yang saya banggakan haha. Semoga suatu saat saya bisa membanggakan Kendal dengan prestasi yang bagus. Aamin.

Perjalanan menuju Tegal berhenti di Pekalongan, kami berhenti untuk sholat Jum’at disana. Sekitar jam 1 siang kami meninggalkan masjid dan bus kembali melaju untuk lanjut ke Tegal. Alhamdulillh sekitar jam setengah 3 kami sampaai di lokasi, namanya Shangri-La, yang oleh masyarakat sekitar lebih familir dengan namaa nirmala. Entah saya juga kurang paham kenapa dinamai seperti itu. Yang jelas lokasinya adalah berada di jalur Pantura jadi mudah sekali untuk menemukannya.

alun-alun kota tegal
saya dan Dian berfoto di depan alun-alun kota tegal

Jalan-jalan ke Alun-alun Kota Tegal

Memasuki Shangri-La kami makan siaang dulu kemudian mulai menurunkan barang yang ada di truk, alhamdulilah cuma 4 truk. Kenapa Alhamdulillah? Karena yang kerja banyak sekitar 40 orang jadi agak ringan. Sore menjelang maghrib, kami selesai mendekor gedung dan artinya kami punya waktu dolan untuk malam nantinya.

Dari informasi yang saya dapatkan, ternyata Shangri-La letaknya tak jauh dari alun-alun Kota Tegal yakni sekitar 2 km yang dapat ditempuh jalan kaki sekitar 25 menit. Habis isya tepatnya, saya ajak Arif dan Dian untuk ke alun-alun Kota. Bermodalkan semangat dan sisa-sisa tenaga yang hampir habis, kami berjalan agak santai. Di sepanjang jalan menuju alun-alun banyak ojek online yang kami temui.

Perempatan
Perempatan

Sampai di alun-alun kota Tegal

Akhirnya sampailah kami di alun-alun. Saya kebelet pipis dan harus mencari kamar mandi. Karena di alun-alun tidak ad kamar mandi umum saya terpaksa ke masjid cuma untuk numpang ke kamar mandi, maafkan saya Gusti hehe.  Berbeda, ketika saya mengunjungi Purbalingga kala itu, dimana di alun-alun tersebut ada kamar mandi. Sebenarnya alun-alun kota Tegal sama halnya seperti alun-alun di kota-kota lain, namun karena kami merasa tidak afdhol main ke suatu kota tanpa ke alun-alunnya.

saya Dian dan Arif
saya Dian dan Arif

Alun-alun kota Tegal

Tak jauh beda dengan alun-alun lain, disini banyak orang-orang yang nongkrong untuk menikmati malam ditemani minuman ringan dan aneka jajanan, ada pula remaja yang tengah memadu kasih. Jadi iri euy, haha. Setelah berkeliling dan capek kami mencari minuman dan bertemu dengan Muslih dan Imam, akhirnya kami bergabung. Saya tanya ke mereka ternyata mereka juga jalan kaki, haha. Kami menikmati malam itu sampai jam 11 malam dan pulang. Karena sudah capek kami pulangnya naik ojek online, dan ternyata cuma 10 ribu bayarnya. Sekembali dari alun-alun, saya langsung istirahat untuk tidur.

Menikmati suasana malam di alun-alun kota Tegal
Menikmati suasana malam di alun-alun kota Tegal

Acara kerja

Sabtu pagi, acara pernikahan dimulai. Ternyata yang menikah adalah anak dari salah satu tokoh Partai Gerindra dan tamunya ada 1500 lebih, yah lumayan banyak lah. Kami pun mulai bekerja. Sengaja saya tidak ingin menceritakan tentang kerjanya. Intinya kami selesai sekitar  jam 2 dan selesai packing pukul setengah 5 sore. Akhirnya kami pulang ke Semarang dengan badan yang sudah capek dan ngantuk. Sekian dan terimakasih. Salam Gaweanedolan.

waktunya kerja
waktunya kerja

Purwokerto, Unsoed dan Tirta Kembar

Permulaan Cerita

Akhir Agustus kemarin saya berkesempatan mengunjungi Purwokerto. Dalam perjalanan kesana saya bersama Mas Andrianto, yang biasa saya panggil Mas Aan. Perjalanan kami lakukan pada Senin pagi 29 Agustus 2017 yang kira-kira waktu tempuh kami adalah sekitar 5-6 jam. Termasuk lama sebenarnya perjalanan kali ini, apalagi kami memakai motor. Tapi itu semua tidak mengurungkan niat kami untuk tetap ke Purwokerto hahaha. Berangkatlah kami, jomblo sejati haha menuju Purwokerto jam setengah 8 pagi. Rute yang kami tempuh adalah Ngaliyan- Mijen- Sumowono- Temanggung- Parakan- Wonosobo- Banjarnegara- Purbalingga- Purwokerto.

Gunung Sumbing

Kami sempat berhenti di Temanggung untuk berfoto sejenak karena view saat itu keren sekali. Perjalanan dilanjut dan kami memasuki perbatasan Temanggung- Wonosobo yang sangat indah dimana kami melewati tengah-tengah gunung yakni antara gunung Sumbing dan gunung Sindoro.

gunung sumbing
gunung sumbing

Sampai di Banjarnegaraa

Sampai di Banjarnegara kami istirahat di rumah mbahnya mas Aan di daerah kecamatan Mandiraja tepatnya di desa Selamerta. Mandiraja sendiri adalah jalan alternatif menuju ke arah Waduk Sempor Kebumen yang pasti jalannya berlika-liku dan naik turun. Namun lokasi desa Selamerta ini masuknya tidak jauh dari jalan utama Banjarnegara- Purwokerto, kurang lebih sekitar 5 km ke arah Selatan.

Purwokerto

Malam harinya, sehabis maghrib kami melanjutkan perjalanan menuju Purwokerto. Untuk menuju kesana kira-kira sekitar 1 jam dengan tempo santai. Akhirnya sampailah kami di Purwokerto sekitar jam 8 malam. Alhamdulillah senang sekali bisa mengunjungi Purwokerto untuk pertama kalinya dalam hidup saya, agak lebay dikit ya haha.

Mengapa ke Purwokerto

Oh iya saya belum menceritakan kenapa saya ke Purwokerto, nah jadi saya ke Purwokerto adalah untuk menonton pertandingan Pencak Silat yang diadakan di Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED). Saya gak main ya, hanya penonton, hehe. Saya nonton Kontingen dari UIN Walisongo Semarang dan alhamdulillah saat itu begitu sampai di UNSOED salah satu atlet dari UIN ada yang mau main jadi bisa nonton. Selepas sesi pertandingan malam kami bersama tim kontingen UIN kembali ke tempat istirahat yakni kami menginap dirumah senior mas Syaefudin Mughni.

unsoed
unsoed

Alun-alun Purwokerto

Saat itu semua atlet beristirahat karena besiknya masih mau tanding, dan tinggallah saya, Mas Aan, Mas Imam, Mas Aryo, Mas Kohar yang masih melek. Kami memutuskan untuk menghabiskan malam di alun-alun Purwokerto. Setelah searching ternyata lokasinya tidak jauh dari rumah mas Isep (sapaan akrab Mas Saifudin Mughni) kira-kira 5 menit jaraknya. Suasana malam itu agak sepi, dan sampailah kami di alun-alun Purwokerto. Disana tidak terlalu banyak orang karena tidak sedang malam minggu.Malam itu kami menikmati malam dengan semangkuk wedang ronde yang hangat. Karean agak mengantuk, jadilah kami pulang dan meninggalkan alun-alun Purwokerto.

alun-alun purwokerto
alun-alun purwokerto

Tirta Kembar

Hari kedua di Purwokerto tidak ada banyak perubahan karena saat itu masih ada pertandingan sehingga saya hanya menghabiskan waktu di GOR UNSOED. Nah di hari ketiga setelah acara pertandingan selesai, kami mencari hiburan di sekitar Purwokerto. Pilihan kami tertuju pada kolam renang Tirta Kembar, yang letaknya adalah di dekat perempatan Hotel Aston. Biaya masuk ke kolam renang ini sangatlah murah yakni perorang hanya ditarik 3 ribu rupiah. Memang jika dilihat dari depan, tempat wisata ini agak kurang terawat tapi setelah memasukinya di dalam tidak terlalu buruk. Kabar yang saya dapatkan dari kolam renang ini adalah bahwa dulu sempat ditutup dan kembali dibuka lagi baru-baru ini.

tirta kembar
tirta kembar

Selepas sholat dhuhur saya langsung melepas pakaian dan pemanasan sebentar agar tidak terjadi kram. Byuuur, saya langsung menceburkan diri dan bermain bersama dengan yang lainnya. Untuk kolam renang disini kedalamannya bervariasi, mulai dari 1,25 m samapi 2,5 m dengan panjang lintasan 50 m lebih. Jiak dilihat dari standar sepertinya kolam renang ini memenuhi standar perlombaan renang. Disini pengunjung juga bisa memacu adrenallin dengan melompat di papan loncatan yang tingginya bervariasi, mulai dari yang sekitar 1 m samapi yang ketinggian 10 m. Dan saya berani mencoba samapi dengan ketinggian 4 m, iu pun sudah cukup menantang haha. Oh iya kedalaman kolam lompat ini adalah 4,8 m.

Hari terakhir di Purwokerto

Setelah cukup puas bermain air kami kembali ke UNSOED untuk mengikuti penutupan acara dan alhamdulillah kontingen UIN Walisongo mendapat hasil yang tidak mengecewakan. Malamnya, kami berpamitan dengan keluarga Mas Isep dan bertolak menuju ke Semarang. Sedangkan Mas Aan masih tinggal di Banjarnegara dirumah mbahnya. Kami menaiki 2 mobil Avanza yang disopiri Mas Aryo, dan Mas Kohar. Sehabis isya kami berangkat dan meninggalkan Purowkerto. Tentu ini adalah pengalaman yang berharga bagi kami terutama bagi saya sendiri karena bisa mengunjungi Purwokerto dengan sepeda motor meskipun pulangnya saya ikut rombongan mobil, hehe.

Pulang

Sekitar jam 9 malam kami mampir di alun-alun Purbalingga untuk menikmati malam dan makan malam disana. Sekitar satu jam kami di alun-alun Purbalingga, kami kemudian melanjutkan perjalanan. Karena sudah mengantuk akhirnya satu persatu dari kami mulai tertidur, tapi tidak dengan sang sopir yang tetap harus melek hehe. Dan saya pun mulai tidak kuat melek saat di Temanggung, setelah Temanggung saya tertidur dan baru bangun saat sampai di kamppus jam 3 pagi. Alhamdulillah kami sampai di Semarang dengan selamat.

Itulah cerita saya dan keluarga UKM PSHT UIN Walisongo di Purwokerto, terimakasih telah membaca. Oh iya ada satu hal penting yang perlu kita ketahui bersama yang mungkin tidak banyak yang tahu tentang hal ini. Apa itu?ya saya akan sedikit share tentang Purowkerto dan Banyumas? Apakah keduanya berbeda atau bagaimana? Nah jadi sebenarnya Banyumas adalah sebuah kabupaten di Jawa Tengah dengan ibukotanya Purwokerto. Jadi Purwokerto adalah ibukotanya kabupaten Banyumas. Hal ini serupa dengan Kabupaten Grobogan yang beribukota di Purwodadi, Kabupaten Tegal yang beribukota di Slawi dan lain sebaginya.

Baca juga: Wisata ke Candi Prambanaan dan Wedang Ronde

Sekian, Salam Gaweanedolan

Kembali ke Kebumen-Wisata di Kebumen

Kembali ke Kebumen

Kali ini saya akan bercerita tentang saya dan teman-teman Poso Sakinah mengunjungi rumah Alam dan wisata di Kebumen. Ini adalah kedua kalinya bai saya setelah Mei  lalu saya ke Kebumen di rumah Hasan. Mari kita simak cerita saya tentang Kebumen. Hari itu, Jumat 28 Juni 2017 perjalanan dimulai. Setelah sholat Jumat, saya dan teman-teman bersiap menuju ke Kebumen. Saya ke Kebumen beserta beberapa anggota Posko Sakinah yakni Fela, Faiz, Alam, Lisa, Afida, dan Eko. Kami berangkat jam setengah 3 siang, padahal rencananya berangkat jam 1 siang, haha, biasa orang Indonesia, suka ngaret.

Rute Semarang-Kebumen

Kami sholat Ashar di BSB dan mengisi bensin disana. Oh iya, tak lupa saya selalu memberitahu rute yang ambil. Jadi perjalanan ini kurang lebih akan memakan waktu 4-5 jam dan rute yang kami ambil adalah dari Ngalian-Boja-Limbangan-Sumowono-Pingit Temanggung- Magelang- Purworejo-Kebumen. Selama perjalanan alhamdulillah tidak ada masalah sama sekali. Kami berhenti di Purworejo untuk sholat Maghrib. Selepas sholat perjalanan dilanjut dan kira-kira tinggal 1 jam lagi kami akan sampai di rumah Alam.

rute Semarang-Kebumen
rute Semarang-Kebumen

Sampai di Rumah Alam

Alhamdulillah jam 8 kami sampai di rumah Alam. Rumahnya dekat dengan kota/alun-alun dan juga dekat dengan Stasiun Kebumen serta asrama mahasiswa PGSD UNS Solo. Tepatnya di Kelurahan Panjer, Kecamatan Kota Kebumen. Malam itu kami disambut oleh ibu dan Bapak dari Alam. Ketika masuk rumah tersebut, saya melihat banyak sekali foto yang dipajang hampir memenuhi dinding, wkwk. Setelah ngobrol singkat dan makan malam kami pun beristirahat untuk tidur.

Goa Jatijajar Kebumen-wisata di Kebumen

Esok paginya, Sabtu kami berniat untuk menjelajahi wisata di Kebumen. Hehe, bahasanya menjelajahi padahal mah cuma ke satu atau dua obyek wisata saja. Oh iya, kali ini Hasan juga ikut karena kebetulan dia juga masih di Kebumen belum ke Semarang. Cuaca pagi itu masih agak mendung karena tadi malam juga hujan.Kami putuskan untuk pakai mobil, mobilnya Alam.

Sabtu jam 9 perjalanan dimulai, rencana pertama kami akan menuju ke Goa Jatijajar. Salah satu obyek wisata yang cukup terkenal di Kebumen. Goa Jatijajar masuk wilayah kecamatan Ayah. Sekira setengah jam kami akhirnya sampai. Biaya masuk di obyek wisata ini tiap orang adalah Rp10.000. Begitu memasuki obyek wisata ini, kita akan takjub melihat indahnya maha karya dari tuhan yang telah menciptakan tempat yang indah ini. Di lokasi ini kita akan menjumpai semacam patung dinosaurus yang agak besar namun catnya sudah nampak memudar.

Goa Jatijajar
Goa Jatijajar

Ada apa saja di Goa Jatijajar

Yah hujan menyambut kami saat hendak memasuki mulut gua. Untung saya pakai jaket waterproof, wkwk jadi gak terlalu berpengaruh haha. Di dalam Goa Jatijajar kita akan menyaksikan stalaktit dan stalakmit. Keren dah pokoknya goa Jatijajar ini, apalagi didalamnya juga terdapat patung-patung tokoh yang berwarna putih. Entah tapi saya tidak tahu patung tokoh siapa itu, hehe. Ada juga patung kera. Di goa ini, pengunjung tidak perlu khawatir tersesat, karena banyak petugas di goa ini. Ada juga jasa foto jika kita ingin berfoto, tapi bayar sendiri ya fotonya.

Sendang Mawar dan Sendang Kantil

Tak hanya itu, ada juga sungai dalam tanah, atau air sumber/sendang namanya. Ada sendang Mawar yang dipercaya dapat membuat kita awet muda ketika membasuh muka disana. Asyik, saya bersemangat dan membasuh muka. Sekilas saya merasa nampak lebih muda dan segar, ya karena memang airnya jernih dan segar, hehehe. Ada juga satu sendang lagi namanya Sendang Kantil. Kantil adalah salah satu nama bunga yang juga wangi. Ternyata setelah sendang-sendang tersebut mulut keluar goa sudah dekat. Setelah pintu keluar ini, banyak sekali penjual oleh-oleh, sepanjang pintu keluar mulut goa sampai dekat masjid banyak sekali yang berjualan. Mutah-murah lho, juga bisa ditawar kok, tenang saja. Oh iya jadi lupa saya, mengenai goa Jatijajar ini kenapa namanya Goa Jatijajar? Jadi kata temen saya Hasan, goa ini atasnya ada banyak pohon jati yang berjajar-jajar jadi inilah alasannya dinamakan Goa Jatijajar.

Pantai Menganti Kebumen

Hampir sama dengan cerita saya di Kebumen sebelumnya Jatuh Cinta pada Kebumen sudah saya sebutkan mengenai keindahan Pantai Menganti. Kali ini pun untuk yang kedua kai saya mengunjunginya. Berbeda dengan sebelumnya, saya dan teman-teman Posko Sakinah memiliki banyak waktu yang dihabiskan di Pantai Menganti ini. Siang itu selepas dari goa Jatijajar kami langsung pergi menuju pantai Menganti. Letak pantai ini adalah di Kecamatan Ayah.

Papan nama Pantai Menganti

Sepanjang perjalanan, dengan jalan yang berliku dan naik turun kami melihat pemandangan yang menakjubkan. Perlu kalian tahu, sebenarnya di sepanjang jalan menuju Menganti banyak sekali obyek wisata pantai lainnya, ada pantai Sawangan, ada pantai Ayah, ada Pantai Karang Bolong, ada pantai Suwuk, dan pamntai lainnya tapi tetap kami ingin menuju pantai Menganti.

Kami tiba di Menganti jam 2 siang dan membayar tiket masing-masing perorang Rp10.000. Kami menuju parkiran mobil yang letaknya agak ke kanan, berbeda dengan parkiran motor yang letaknya agak dekat dengan beberapa spot obyek wisata di pantai Menganti. Parkir disini sudah tidak bayar lagi alias gratis.

Setelah memarkir mobil kami menggelar tikar dan bersantai di pinggir pantai sambil makan gorengan dan minum kopi. Sungguh nikmat rasanya berkumpul bersama. Tak hanya duduk dan bersantai, kita juga dapat berfoto dengan batu-batuan di pinggir pantai. Kita tidak disarankan untuk mandi di pantai ini karena ombaknya besar.

Layanan Mobil Pick Up bagi pengunjung Pantai Menganti

Jam 4 sore kami menuju spot-spot obyek wisata di Pantai Menganti dengan layanan mobil dari pengelola Pantai Menganti. Jadi angkutan khusus ini berupa mobil pick up yang sudah dimodifikasi dengan ditambah kursi bagi pengunjung yang datang kesini dengan mobil. Kita tinggal menunggu di halte khusus dan antre kemudian naik dan akann mengantar kita menuju spot-spot di pantai Menganti. Jam operasional layanan ini maksimal adalah sampai jam 5.

Kami mengellilingi pantai ini dari kiri hingga ke kanan, pokoknya tidak ada yang terlewatkan hahaha. Terakhir setelah berada di Jembatan Merah, kami bergegas pergi meninggalkan lokasi dan menuju parkiran. Awalnya niatan kami adalah ingin melihat sunset, namun karena cuaca mendung jadi mataharinya tidak kelihatan, yah kasihan, wkwk.

Pantai Menganti Kebumen
Pantai Menganti Kebumen

Karena layanan mobil jemputan sudah tidak ada akhirnya kami jalan kami menuju parkiran, tapi tidak mengapa karena kami sangat menikmatinya. Sampailah kami di parkiran dan bersiap-siap untuk meninggalkan pantai Menganti. Saat itu sudah agak petang dan menjelang maghrib. Kami berdoa supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan mengingat jalan-jalan disini cukup ekstrim haha, begitulah kata saya. Ya karena jalannya naik turun. Kami sholat maghrib di pinggir jalan sambil melepas lelah sejenak. Alhamdulillah sekitar jam 8 lebih kami sampai di rumah Alam dengan kondisi badan yang sudah lelah dan lapar, wkwk. Kami makan malam dan istirahat.

Tugu Walet Kebumen

Minggu pagi, kamimasih bernist untuk menikmati wisata di Kebumen lainnya. Kami menuju alun-alun Kebumen dan hendak Car Free Day. Padahal seumur-umur tinggal di Semarang saya tidak pernah CFD-an di Simpang Lima haha. Ketahuan kalo malas bangun pagi, hehe. Suasanan saat itu ramai, karena memang banyak yang senang CFD-an ditambah pula ada robingan pengantar haji yang ada di pendopo kabupaten yang juga sekalian ikut CFDan. Setelah berkeliling dan main bola sebentar kami duduk-duduk sambil makan mendoan goreng. Oh iya, jadi Kebumen ini mendoannya gede banget, berbeda dengan di daerah Semarang Kendal yang kecil-kecil. Kita makan satu saja sudah bisa bikin kenyang, haha.

Selepas CFD-an kami menuju Tugu Walet untuk berfoto. Ini juga salah satu ikon Kabupaten Kebumen. Ya, Kebumen dikenal pula dengan julukan kota Walet. Entah karena ada banyak walet disini atau apa saya lupa tanya sama Alam atau Hasan, hehe. Kami pun berfoto dekat Tugu Walet, tanpa menggangu lalu lintas lho, wkwk. Setelah itu kami pulang ke rumah Alam untuk sarapan dan siap-siap untuk pulang ke Semarang.

Tugu Walet ikon Kebumen
Tugu Walet ikon Kebumen

Itulah sebagian keseruan dan kebahagiaan saya dan teman-teman dari Posko Sakinah saat menikmati wisata di Kebumen. Jangan lupa komen dan silakan kritik dan saran di tulisan ini. Jika tulisan ini bermanfaat silaakan dapat dibagikan kepada orang lain. Terimakasih, salam Gaweanedolan.

Baca juga: Wisata ke Candi Prambanan

Pendakian Gunung Sumbing 1-2 April 2017, antara hasrat terpendam dan kenangan masa kecil

Cerita ini berkisah tenntang pengalaman saya mendaki gunung pertama kali. Ya, untuk ukuran seorang anak muda dan mahasiswa mungkin saya agak terlambat dalam mendaki gunung. Saya sudah semester 8 dan skripsi belum selesai haha, duh jadi baper. Oh iya, sebenranya gunung Sumbing sudah tidak asing bagi saya karena sejak kecil saya sudah tahu gunung ini beserta gunung Sindoro dan Gunung Prau. Ya, gunung yang sering disebut gunung kembar ini memang terlihat dari desa saya. Apalagi saat dulu masih SD sehabis olahraga saya menyempatkan untuk memandangi ke arah Selatan dan melihat Gunung Sumbing, Sindoro, dan Prau.

Baik saya akan mulai bercerita, hari itu Sabtu 1 April 2017 dengan penuh semangat saya mempersiapkan perlengkapan yang akan saya bawa untuk pendakian ini. Di pendakian ini, saya bersama Afrizal, Maskan, Bahtiar. Kami berangkat dari Ngalian jam 10 pagi. Rute yang kami ambil adalah Ngalian- Boja- Sumowono- Kandangan- Temanggung Kota- Parakan- Wonosobo. Waktu tempuh normal adalah sekitar 2 jam lebih sedikit.

Di tengah perjalanan saat sampai di Sumowono hujan deras mengguyur dan memaksa kami untuk berhenti sejenak dan sekaligus sholat dhuhur. Perjalanan dilanjut dan alhamdulillah saat memasuki Temanggung tidak hujan. Sampailah kami di Parakan, namun kali ini cuaca berubah menjadi mendung dan sedikit gerimis. Beberapa menit kemudian kami sampai di basecamp Garung. Basecamp Garung adalah salah satu basecamp gunung Sumbing yang cukup diminati. Sebenarnya ada banyak basecamp gunung Sumbing diantaranya adalah yag saya ketahui ada basecamp Sipetung, basecamp Banaran atau lebih dikenal dengan sebutan Sumbing East Route, ada basecamp Kaliangkrik Magelang, ada basecamp Bowongso Wonosobo.

Basecamp Garung terletak di Kecamatan Kretek Wonosobo. Letak basecamp ini, agak dekat dengan basecamp pendakian gunung Sindoro via Kledung atau bisa dibilang berhadap-hadapan. Setelah registrasi sekitar 15 ribu perorang, kami bersiap untuk memulai pendakian. Start dari basecamp sekitar jam 4 sore dengan kabut yang menyelimuti gunung Sumbing namun berkebalikan dengan gunung Sindoro yang justru cerah. Pendakian pun dimulai, dan target pertama adalah pos 1 yang berjarak 3 km dengan waktu sekitar 1 jam kalau jalan kaki dan 15 menit jika naik ojek. Kami putuskan untuk jalan kaki selain karena menghemat ongkos juga kami mendaki agak santai.

Dari basecamp jalannya sudah diaspal dan sampai di perkampungan penduduk jalannya adalah batu-batuan yang ditata semacam paving gitu lah. Nah disini, kita bisa memilih jalur baru atau jalur lama. Kami memilih jalur lama yang arahnya adalah ke kiri dan mulai merasakan medan yang menanjak. Sepanjang jalur ini adalah kebun penduduk yang waktu itu ditanami kubis, kentang, dan tanaman khas pegunungan lainnya.

Tepat maghrib kami sampai di pos 1. Disini saya masih bisa mendapat sinyal Smartfren, hehe. Jadi total pos pendakian gunung Sumbing via Garung adalah 5 pos. Di pos 1 kami sholat maghrib dan alhamdulillah disana ada mushola. Udara dimngin mulai menghampiri kami namun itu semua tidak membuat kami untuk patah semangat. Sehabis sholat perjalanan dilanjutkan. Senter mulai kami nyalakan dan bersiap untuk menuju pos 2. Waktu yang diperlukan dari pos 1 menuju pos 2 ini adalah sekitar 1 setengah jam. Kami mulai memasuki hutan dan jalannya naik terus. sampailah kami ke pos 2 dan isirahat sejenak untuk minum. Kami pun berlanjut, dengan rencana akan ngecamp di pestan, yakni lokasi ngecamp yang letaknya setelah pos 3. Dari pos 2 menuju pos 3 kita kami melewati hutan dan semak-semak. Alhamdulillah sampailah kami jam 9 malam di pestan. Kami bergegas mendirikan tenda untuk beristirahat. Disana ada kelompok pendaki lain yang sudah mendirikan tenda.

Sekitar jam 10 malam saya mencoba untuk tidur karena memang badan sudah lelah dan mata sudah ngantuk. Malam itu benar-benar dingin, ya, setidaknya bagi saya yang baru pertama kali naik gunung. Karena kedinginan, saya pun tidak ada yang memakai sleeping bag. Malam itu saya sempat punya perasaan menyesal kenapa saya mendaki gunung dan hanya untuk merasakan kedinginan malam-malam. Saya tidak bisa tidur, Afrizal, Maskan, dan Bahtiar pun sama. Semoga segera pagi, itulah keinginan saya malam itu.

Paginya, sekitar jam setengah 6, kami memulai untuk summit. Dengan membawa bekal secukupnya kami mulai meninggalkan tenda. Kira-kira waktu yang akan kami perlukan untuk sampai puncak adalah 3 jam karena kami harus melewati pos 4, pos 5 dan pasar watu. Sekitar jam 8 lebih akhirnya kami sampai ke puncak Buntu, yakni salah satu puncak di Gunung Sumbing. Betapa bersyukurnya saya bisa mendaki sampai puncak melihat pemandangan uyang begitu indah. Puncak mengajarkan kita akan suatu hal yakni kesabaran, kegigihan dan perjuangan untuk mendapatkan sesuatu. Saya juga belajar bahwa dengan mendaki membuat kita tahu betapa kecilnya kita, manusia di dunia ini. subhanallah.

Setelah berfoto dan berpindah dari puncak Buntu ke puncak Cakrawala, kami putuskan untuk turun ke tenda. Saat itu juga mulai kabut sehingga jarak pandang kami agak terbatas. Di tengah perjalanan kami juga menjumpai pendaki yang mau naik ke puncak.

Alhamdulillah, jam 12 kami sampai di tenda dan masak sebentar untuk kemudian bersiapa turun. Setelah packing dan membersihkan sampai, kami turun dengan Afrizal dan Bahtiar di depan, saya dan Maskan di belakang. Kebetulan saat itu lulut kaki saya dan Maskan bermasalah jadi jalannya agak lambat. Namun beruntung kami semua dapat melalui medan dengan lancar. Akhirnya jam 3 sore kami sampai di basecamp.

Kami pun beristirahat sejenak dan membersihkan badan. Sekitar jam 4 sore kami putuskan untuk meninggalkan basecamp menuju Semarang. Ketika sampai di Sumowono, kami berhadapan dengat kabut yang mulai turun dan jarak pandang motor juga berkurang ditambah suasanan yang sepi dan udara yang dingin membuat kami berhati-hati. Sampai di pasar Sumowono sekitar jam 7 dan kami berhenti sebentar. Perjalanan dilanjut, akhirnya kami sampai Ngalian sekitar jam setengah 9. Alhamdulillah kami sampai Ngalian dengan selamat.

Sungguh pengalaman yang menakjubkan, gunung yang awalnya selalu saya lihat darijauh kini bisa saya daki. Alhamdulillah. Terimakasih sudah mau membaca cerita ini, maaf kalo bahasanya agak lebai, wkwk.