Mendaki Gunung Lawu via Candi Cetho 18- 20 Juli 2017, menikmati suasana lebaran di gunung

Permulaan cerita

Terimakasih masih setia membaca cerita saya, kali ini saya akan bercerita saat saya mendaki gunung Lawu via Candi Cetho. Bila dibandingkan pendakian saya sebelumya yakni di gunung Sumbing dan gunung Prau, pendakian Gunung Lawu ini adalah pendakian yang telah direncanakan cukup lama yakni sebelum puasa Ramadhan. Waktu itu kami berencana bahwa kami akan melakukan pendakian setelah lebaran Idul Fitri 2017 tepatnya h+2 lebaran.

Mengenal Gunung Lawu

Sebelum bercerita mengenai pendakian kali ini saya akan menceritakan sekilas tentang gunung Lawu. Gunung Lawu adalah termasuk gunung purba yang sudah ada sejak dahulu kala. Letak gunung Lawu adalah di perbatasan Kabupaten Karanganyar di Jawa Tengah dan Kabupaten Magetan di Jawa Timur. Di gunung Lawu terdapat beberapa pos pendakian yakni basecamp Cemoro Kandang di Tawangmangu, basecamp Cemoro Sewu di Magetan, basecamp Jogorogo di Ngawi, dan basecamp Candi Cetho di Karanganyar. Adapun jalur yang paling ramai adalah dari Cemoro Sewu Magetan. Tapi menurut saya jalur pendakian yang paling bagus adalah di basecamp Candi Cetho, yang nanti akan saya ceritakan.

Cerita seputar Gunung Lawu

Dalam dunia ilmu laku, lelakon gunung Lawu merupakan gunung yang istimewa. Gunung ini sering dijadikan sebagai tempat bertapa dan tirakatan oleh orang yang sedang lelaku. Gunung Lawu dipercaya sebagai tempat terakhir Prabu Brawijaya sebelum menghilang. Istilahnya adalah tempat Moksa Prabu Brawijaya. Jika kawan-kawan ingin mendaki gunung ini, ada beberapa pantangan yang harus dipatuhi diantaranya yang saya ketahui adalah kita tidak boleh memakai baju berwarna hijau pupus karena warna ini dipercaya sebagai warna baju kebesaran Prabu Brawijaya ketika berada di gunung ini. Pantangan selanjutnya adalah bahwa nanti jika kita melihat burung Jalak, orang sekitar menyebutnya sebagai Jalak Lawu maka kita tidak boleh mengganggunya karena jika kita menggangu maka akan terjadi hal yang tidak baik pada kita. Jalak Lawu ini adalah penuntun kita menuju ke puncak. Persebaran terbanyak Jalak Lawu adalah di Cemoro Sewu. Itulah sedikit informasi yang saya ketahui mengenai gunung Lawu. Sebenarnya masih ada pantangan lain yang tidak jauh berbeda dengan gunung-gunung lainnya namun saya menekankan pada dua pantangan tadi.

Cerita dimulai

Baiklah saya akan mulai bercerita, setelah lebaran dan masih suasana lebaran, kami rombongan membulatkan tekad untuk berangkat. Waktu yang dinanti pun tiba. Hari itu Selasa 18 Juli 2017 kami dengan segala perlengkapan yang telah dipersiapkan dan persiapan fisik yang cukup baik berkumpul di rumah Khafidin yang masih satu desa dengan saya. Dalam pendakian kali ini rombongan kami yang berangkat berjumlah 6 orang yakni saya, Khafidin, Taufiq, Umam, Kiki, Fajar dengan mengendarai 3 motor.

Perjalanan

Jam 10 pagi, kami melakukan start menuju kabupaten Karanganyar tepatnya di pos pendakian gunung Lawu via Candi Cetho. Awalnya semua berjalan lancar, namun ketika kami sampai di Ungaran semua berubah karena hujan mengguyur cukup deras sehingga kami harus berhenti dan menepi. Ditambah kondisi macet arus mudik maupun arus balik membuat perjalanan kami semakin lama. Rute yang kami tempuh adalah Kendal- Semarang- Kab. Semarang- Salatiga- Boyolali- Surakarta- Karanganyar- Candi Cetho dengan asumsi waktu normal adalah 4-5 jam.

saya
saya

Setelah hujan agak reda, kami pun lanjut. Akhirnya target 4-5 jam tidak tercapai karena kami sampai di basecamp Candi Cetho sekitar jam 8 malam atau dengan total waktu 10 jam. Bayangkan telatnya 2 kali lipat, haha. Badan capek semua, setelah kami makan malam dan registrasi kami istirahat di basecamp. Sebenarnya rencana kami adalah start malam itu juga, tapi karena kondisi medan yang licin habis hujan ditambah keraguan kami untuk mendaki malam itu haha. Oh iya tiket pendaftaran di basecamp Candi Cetho perorang adalah 15 ribu. Basecamp Candi Cetho ukurannya tidak terlalu besar, namun bisa lah untuk tempat kami beristirahat.

Mulai mendaki Gunung Lawu

Paginya, jam 6 kami berdoa dan memulai mendaki Gunung Lawu. Di pendakian Gunung Lawu via Candi Cetho ada 5 pos. Jarak masing-masing pos adalah sekitar 1 jam. Pendakian pun dimulai dengan Khafidin sebagai leader. Medan menuju ke pos 1 adalah kami melewati pinggiran kompleks candi utama, selanjutnya kami melewati Candi Kethek dan kebun warga. Setelah habis melewati kebun warga, kami mulai disambut dengan trek menanjak, wow pemanasan bung hahaha. Akhirnya kami sampai di pos 1 dan berhenti untuk membuat sarapan, laper coy, wkwk. Setelah perut terisi, kami kembali menggendong carrier untuk lanjut naik. Setelah kurang lebih 1 jam kami berjalan, sampailah kami di pos 2 dengan mulai disambut rerimbunan pohon. Kami tak lama di pos 2, karena langsung dilanjut ke pos 3. Sampailah kami di sebuah sumber air yang letaknya di bawah pos 3 dan beristirahat sebentar disana.

saya taufik dan khafidin
saya taufik dan khafidin

Mendirikan tenda sebelum Pos 5

Selesai istirahat di mata air kami sampai di pos 3 dan istirahat lagi, haha harap maklum. Di pos 3 ini, kami menjumpai burung Jalak Gading yang tak lain adalah burung Jalak Lawu. Orang-orang percaya bahwa jika kita mendaki gunung Lawu dan menjumpai burung Jalak Lawu maka kita akan aman dan tidak akan tersesat. Ibarat kata, burung Jalak Lawu adalah sambutan dari gunung Lawu kepada kita, jika niat kita mendaki baik maka kita akan bertemu dengannya.

Trek perjalanan dari pos 3 ke pos 4 jalannya sangat menantang. Bisa dibilang dari pendakian gunung Lawu disinilah trek yang menguruas tenaga. Setidaknya itulah kesan yang saya dan rombongan rasakan. Pos 4 terlewati dan kami hampir sampai di pos 5 hingga kami putuskan untuk mendirikan tenda di dekat pos 5 tepatnya di dekat pohon tumbang. Yang pernah mendaki Lawu via Candi Cetho pasti tahu. Kami sampai di sini jam 2 siang, kemudian setelah tenda berdiri kami sholat masak dan istirahat. Ketika hampir menjelang senja saya mendengar ada rombongan yang datang dan ikut mendirikan tenda di sekitar tenda kami.

dari kanan Taufik, Kiki dan Saya
dari kanan Taufik, Kiki dan Saya

Summit

Akhirnya malam pun tiba, dengan udara yang dingin saya mencoba keluar tenda untuk melihat pemandangan malam itu. Sungguh indah ketika saya menyaksikan bintang-bintang dan bulan baru. Karena tidak kuat dan sudah ngantuk, saya pun tidur. Alhamdulillah kali ini saya muncak bawa SB, lumayanlah untuk menghangatkan badan haha. Sebelum tidur kami sepakat untuk melakukan summit jam 3 pagi.

Kamis, jam 3 pagi saya dan teman-teman bangun untuk bersiap-siap. Namun hal yangg terduga adalah bahwa Umam tidak ingin ikut ke atas, ya memang dalam pendakian ini dia terlihat kurang enak badan. Ya tidak mengapalah biar dia istirahat di tenda. Akhirnya saya, Khafidin, Taufiq, Kiki, dan Fajar yang melakukan summit. Senter mulai dinyalakan dan kami berangkat dengan situasi udara yang sangat dingin serasa menusuk ke tulang.

Saat itu benar-benar sepi, meskipun di pos 5 ada banyak tenda namun hanya rombongan kami yang melakukan summit pada jam tersebut. Sehabis pos 5 kami menjumpai tempat yang bernama Gupakan Menjangan, tempat ini bentuknya kubangan air yang mungkin untuk minum Menjangangan/Rusa, sehingga dinamakan Gupakan Menjangan. Di Gupakan Menjangan ini sabananya sangat luas dibandingkan sabana yang ada di dekat tenda kami.

Tersesat di Pasar Setan/ Pasar Dieng

Setelah berjalan kurang lebih 2 jam sampailah kami di Pasar Dieng atau ada yang menyebutnya Pasar Setan. Di tempat ini kita bisa melihat susunan batu-batu yang unik-unik, namun kita dilarang mengubahnya. Suasana disini memang agak gimana gitu, apalagi kami berangkat ber 5 yang artinya itu adalah ganjil, haduh. Banyak cerita pendaki-pendaki yang tersesat disini. Dan akhirnya kami pun juga ikut tesesat, haha. Meskipun begitu kami tidak panik dan berusaha mencari jalan keluar. Jika kita tidak terlalu memperhatikan petunjuk maka bisa dipastikan kita akan tersesat, pasalnya petunjuk di Pasar Dieng ini sangat terbatas. Seharusnya kami mengambil jalan ke kiri tapi kami malah berputar-putar disini. Beruntung ketika itu kami melihat cahaya senter di atas yang sepertinya itu adalah puncak. Alhamdulillah kami berhasil keluar dari Pasar Dieng dan ternyata puncaknya sudah agak dekat.

Sampai di Hargo Ndalem dan Hargo Dumilah

Akhirnya kami sampai di Hargo Ndalem jam 5 lebih seperempat, di sekitar sini ternyata ada juga yang mendirikan tenda. Setelah berfoto di Hargo Ndalem, kami pun lanjut Puncak Hargo Dumilah yang letaknya agak di atas, ya iyalah di atas namanya juga puncak, hahaha. Untuk menuju ke Hargo Dumilah kita membutuhkan waktu sekitar 15 menit.

Ketika kami hendak ke puncak, kami bertemu dengan burung Jalak lagi, senang rasanya. Alhamdulillah akhirnya kaami sampai ke puncak dan ternyata di sana sudah ramai sekali. Saya kira di libur lebaran kali ini akan sepi tapi malah kebalikannya. Banyak orang yang lebaran di gunung, haha.

dari kanan Fajar, Khafidin, saya dan Taufik
dari kanan Fajar, Khafidin, saya dan Taufik

Turun dari Puncak

Puas berfoto, kami turun untuk menuju ke Sendang Drajat. Letaknya agak jauh dari Hargo Ndalem, sekitar 10 menit jalan kaki. Jika kawan-kawan akan naik via Cemoro Sewu maupun Cemoro Kandang maka akan menjumpai Sendang ini terlebih dahulu. Kami mengambil air di Sendang ini sebelum turun kembali ke tenda. Jam setengah 9 kami turun menuju ke tenda, dan 10 kami sampai tenda. Kami pun masaka lagi, haha, karena perut lapar.

saya saat sedang menikmati sabana Gunung Lawu
saya saat sedang menikmati sabana Gunung Lawu

Kembali ke Basecamp

Setelah masak dan packing, akhirnya kami turun jam setengah 11. Kami menargetkan untuk istirahat di sumber air pos 3. Satu setengah jam kemudian kami sampai di sumber air, disana kami menggelar matras dan istirahat sambil menikmati segarnya air yang mengalir derass. Jadi sumber ini adalah sebenarnya jalur pipa paralon air warga, namun memang sengaja dilubangi untuk menyediakan air bagi pendaki. Setelah sholat dhuhur, kami pun kembali turun sekitar jam 1 siang.

Jam 3 sore kami sampai di basecamp Candi Cetho dan membuang samaph yang telah kami kumpulkan tadi, ingat ya kalo naik gunung sampahnya dibawa turun lagi, hehe. Ternyata kalau waktu liburan, Candi Cetho ramai sekali, banyak pengunjung yang sengaja ke tempat ini untuk berwisata di candi. Selepas istirahat sejenk dan mandi, mandi yang mandi yang ngak ya nggak, haha termasuk saya yang gak mandi kami pun meninggalkan basecamp Candi Cetho. Eh tapi saya mandi lho di pom Bensin, alasan saya tidak mandi di basecamp adalah karena kamar mandinya antri, males dah pokoknya haha.

Baca juga: Wisata ke Prambanan dan Wedang Ronde

Perjalanan pulang ke Kendal

Dari Karanganyar sampai ke Solo lalu lintas normal, tidak macet. Tapi ketika sampai di Boyolali, macetnya masyaallah. Kami barengan sama orang-orang yang arus balik ke Jakarta. Alhasil laju sepeda motor kami pun terhambat. Parah pokoknya, macetnya sampai ke Salatiga. Beruntung kami lewat Jalan Lingkar Salatiga dan disana tidak macet, alhamdulillah. Ketika sampai Bawen, saat itu jam setengah 9. Saya boncengan sama Taufiq, sepanjang perjalanan pulang dia nyetirnya ngebut banget dah, sampai saya komat kamit di belakang.

Akhirnya jam 10 malam kami sampai di Kendal dengan selamat dan badan sehat dan kuat rajin belajar, eh malah nyanyi, wkwk. Perjalanan yang sangat berkesan dah pokoknya. Lawu yang selalu menyimpan kisah mistis di dalamnya, hihi.